Minggu, 24 Januari 2010

Mengelola Waktu

Perhatikan jam tangan kita baik-baik, apakah sedang menunjukkan pukul 8 tepat?
Coba bandingkan dengan jam tangan orang-orang di sekitar kita. Bila ada selisih
satu atau dua menit, itu tak apa. Namun kita mudah sekali menemukan banyak
orang memajukan jarum jamnya lima atau sepuluh menit lebih cepat dari yang
semestinya. Itu dilakukan, alasan mereka, agar tidak terlambat ke tempat tugas.
Dengan memajukan jarum jam lebih cepat, mereka terpacu untuk melakukan kegiatan
lebih dini. Yang menarik, sebenarnya mereka sadar akan perbuatan itu. Ini
terbukti bila ditanya, mereka akan mengakui kesengajaan itu dan tahu persis
berapa menit mereka memajukan "waktu" mereka. Mereka sengaja "mengelola" waktu
untuk "memanipulasi" diri mereka sendiri. Mereka mempunyai waktu mereka
sendiri, sedangkan kita pun memiliki waktu kita sendiri. Meski kita semua
tampaknya sedang berjalan di satu garis waktu besar yang sama, namun "jalan
setapak" yang kita lalui amat berbeda-beda.

Pertanyaan #1--Sadarkah anda bahwa mengelola waktu bukan sekedar menghitung jam
demi jam (secara kuantitatif), melainkan mengelola emosi-emosi (secara
kualitatif)? Sadarkah anda juga bahwa anda memiliki "waktu eksklusif" anda
sendiri yang tidak dimiliki oleh orang lain?

Kini mari perhatikan laju jarum jam kita masing-masing. Setiap jarum detik,
menit dan jam, bergerak secara teratur. Demikian pula seluruh jarum jam yang
ada di dunia, mereka berdetak seirama dan sejalan, seolah ada kesepakatan
global untuk tidak saling mendahului ataupun tertinggal. Karena kesepakatan
itulah kita bisa merencanakan penggunaan waktu dengan sesama. Kita bisa
menyusun janji dengan orang lain tanpa harus saling berselisih mengenai
perbedaan waktu. Namun, mari perhatikan saat kita menantikan sesuatu, waktu
seolah berjalan lambat sekali. Semenit bagaikan sejam. Sebaliknya, saat kita
sedang diburu-buru oleh batas waktu pekerjaan, waktu seolah berjalan cepat
sekali. Sejam bagaikan semenit saja. Terasa ada dua macam "waktu" yang berbeda,
yang pertama adalah waktu yang ditunjukkan dengan perjalanan teratur jarum jam
tangan kita (waktu fisik), dan yang kedua adalah waktu yang berjalan dalam
pikiran kita sendiri (psikis).

Pertanyaan #2--Menurut anda mengapa ada "waktu" yang berjalan cepat dan
lambat? "Waktu" apakah itu? Apakah anda juga sadar bahwa ada "waktu" yang
berjalan secara teratur? "Waktu" apakah itu?

Kita semua mendapat bekal sejumlah waktu yang sama, yaitu 24 jam dalam sehari.
Ini berlaku bagi siapa saja, tanpa terkecuali. Secara umum kita diajar untuk
membagi waktu sebanyak 24 jam dalam sehari tersebut menjadi tiga bagian, yaitu;
pertama, waktu kerja/aktif untuk bekerja dan melakukan berbagai
kegiatan/kewajiban (biasanya dimulai pukul 8 pagi hingga 4 sore), kedua, waktu
tidur/istirahat untuk tidur, beristirahat memulihkan kondisi tubuh yang
digunakan selama waktu bekerja (biasanya (antara pukul sembilan malam hingga 5
pagi), dan waktu bebas/pribadi yang tersedia di sela-sela waktu tidur dan
kerja. Waktu bebas/pribadi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga
dan sosial. Pola ini, yang entah sejak kapan dikenal, tampak berusaha
menyeimbangkan aktivitas fisik dan psikis. Namun, dalam kehidupan kerja modern,
waktu menjadi tolok ukur baru bagi sebuah kemajuan. Semakin cepat semakin baik.
Waktu dipandang sebagai sumber daya yang tak ternilai yang harus dimanfaatkan
sebaik-baiknya. Muncullah tuntutan untuk mengelola waktu agar kita bisa bekerja
seefektif dan seefisien mungkin. Diciptakanlah berbagai metode, alat, dan
tehnologi untuk mengatur atau lebih tepatnya menghemat waktu kita. Bahkan, tiba-
tiba seringkali kita merasa mengalami kekurangan waktu. Keseimbangan pola 3 x 8
jam fisik yang kita kenal sebelumnya lambat laun bergeser. Tanpa sadar,
kegiatan kerja mendominasi hampir seluruh waktu yang tersedia. Kita mulai
mengurangi waktu tidur, dan tidak ada banyak waktu lagi untuk bersosialisasi.
Bersamaan dengan itu pula keseimbangan waktu psikis juga mengalami pergeseran.

Pertanyaan #3--Bagaimana anda mengelola waktu anda? Seberapa seimbangkah anda
mengola waktu anda?

Maka sebenarnya kunci pengelolaan waktu, baik fisik dan psikis kita, adalah
keseimbangan antar keduanya. Dan keseimbangan itu tidak terletak pada bandul
jam tangan kita, melainkan pada pikiran kita, sejauh mana kita mampu mengukur
dan menimbang setiap detik penggunaan waktu kita dengan kegiatan-kegiatan yang
multidimensi. Mengelola waktu berarti pula menjaga keseimbangan aktivitas kita
dengan nilai, prinsip, manfaat dan tujuan.

Pertanyaan #4--Menurut anda, apa artinya sebuah perencanaan waktu?

Kebanyakan dari kita menggunakan "time planner" untuk merencanakan penggunaan
waktu. Kita menuliskan agenda kegiatan dalam sebuah tabel waktu linier, dari
waktu sekarang menuju waktu-waktu selanjutnya. Kita pilah-pilah menjadi jam dan
menit. Saat menulis, pikiran kita melompat jauh ke depan, dan seolah-olah telah
melihat apa yang akan kita lakukan. Mungkin juga, saat menyusun agenda, kita
menengok ke belakang untuk melihat apa yang telah dan belum dilakukan. Begitu
terus, pikiran kita melompat ke belakang lalu ke depan lagi. Teramat jarang
sekali pikiran kita terhenti pada kegiatan "saat ini". Pada saat kita menulis,
pikiran kita tidak sepenuhnya tertuju pada kegiatan menulis, melainkan pada
rencana mendatang. Pertanyaannya adalah, sebenarnya waktu yang sedang kita
alami ini adalah waktu apa? Waktu akan datang? Atau waktu lampau? Tentu
jawabannya adalah waktu sekarang, waktu kini. Waktu akan datang belumlah
datang. Sedangkan waktu lampau sudah tertinggal di belakang. Jadi sebenarnya,
perencanaan waktu adalah sebuah pekerjaan imajiner, bahkan saat pikiran kita
berpikir tentang waktu, seringkali waktu tersebut hanyalah sesuatu yang
imajinatif belaka. Ini disebabkan betapa tidak mudahnya kita menyadari
kehadiran "waktu sekarang". Padahal kunci pemanfaatan waktu yang sebaik-baiknya
adalah bila kita sadar bahwa yang tersedia hanyalah "waktu sekarang",
bukan "waktu nanti" apalagi "waktu lampau". Kesadaran ini menuntun kita untuk
melakukan sesuatu sebaik-baiknya sekarang, bukan nanti.

Pertanyaan #5--Sadarkah anda bahwa waktu yang ada hanyalah waktu "sekarang"?
Sadarkah anda bahwa waktu kemarin dan waktu esok sebenarnya hanya ada dalam
kerja pikiran anda? Apakah anda menangkap waktu yang "ketiga" selain waktu
fisik dan psikis?

Mengelola waktu bukan sekedar mengelola kegiatan, emosi, apalagi sekedar
mencocokkan jam tangan anda. Mengelola waktu adalah mengelola kehidupan.
Mengelola waktu menuntun kita untuk memilih mana yang terbaik bagi kehidupan
ini. Sayangnya, tidak cukup mudah bagi kita bisa memahami apa
sebenarnya "waktu" itu. Padahal, para bijak sering berkata, "hiduplah saat ini"
karena yang tersedia memang hanya "saat" ini.

KEGIATAN ALTERNATIF

Mengelola waktu bukanlah pekerjaan yang mudah. Merencanakan penggunaan waktu
mungkin cukup mudah untuk dilakukan, namun mengisinya sesuai dengan rencana
adalah hal yang berbeda. Kegiatan ini bertujuan agar anda bisa menangkap sejauh
mana anda mampu berjalan sesuai dengan rencana kegiatan yang anda susun
sebelumnya. Mulailah di pagi hari sebelum anda melakukan kegiatan apa-apa.
(Paradoks memang, anda menggunakan waktu justru untuk merencanakan penghematan
waktu.)

1--Pagi hari, sebelum melakukan apa-apa, coba isi agenda kerja anda untuk hari
ini. Rencanakan semua kegiatan anda sedetil mungkin. Susun sesuai dengan skala
proritas tujuan anda. Jangan hanya menentukan kapan anda melakukan kegiatan,
namun juga berapa lama, dan apa yang harus anda kerjakan selanjutnya jika
kegiatan utama tersebut gagal dilaksanakan. Ini menuntut anda untuk mengetahui
tujuan anda hari ini. Setelah selesai, hitung berapa lama waktu yang anda
gunakan untuk menyusun rencana.

2--Siang hari, tengok kembali agenda anda. Kini, tuliskan apakah anda telah
berjalan sesuai dengan rencana, atau ada banyak penyimpangan-penyimpangan.
Nilailah diri anda sendiri bagaimana anda mengisi waktu anda. Pertanyakan pada
diri sendiri, apakah agenda yang anda susun pagi hari tadi cukup berguna?

3--Kini coba tuliskan semua perasaan-perasaan dan emosi-emosi yang menyertai
kegiatan anda. Misal: jam 09.00. Kegiatan: menelepon si X; emosi: netral. Coba
tulis apakah anda mengalami kecemasan, takut, khawatir, senang, penuh harap,
dan lain-lain. Tulis pula berapa lama perasaan itu melanda anda. Kegiatan ini
cukup sulit, karena tidak semua orang terbiasa untuk menyadari perasaan dan
emosi mereka. Dapatkah anda melihat hubungan antara kegiatan anda dengan emosi
yang muncul.

4--Lihatlah agenda untuk siang hingga sore nanti. Lakukan revisi bila anda
merasa ada bagian yang harus direvisi ulang. Mungkin anda harus menambahkan
kegiatan baru, menghapus/menunda kegiatan yang telah anda rencanakan di pagi
hari. Kegiatan ini bertujuan untuk menilai kemampuan anda menyusun perencanaan
di muka, sekaligus flesibilitas anda terhadap tuntutan perubahan.

5--Pada akhir hari lihat kembali seluruh kegiatan anda hari ini. Apakah anda
cukup puas dengan apa yang anda lakukan? Apakah anda merasa mampu mengelola
waktu anda dengan baik?

Berbicara tentang waktu adalah berbicara tentang misteri besar. Sebagian orang
memandang waktu seperti garis lurus yang harus dilalui. Waktu bergerak maju,
dan kita hanyut di dalamnya. Sebagian orang yang lain memandang waktulah yang
menerjang kita dengan deras. Namun, ada juga orang yang memandang bahwa waktu
itu sama sekali tak bergerak. Bagi mereka waktu adalah saat ini, karenanya
harus digunakan sebaik-baiknya. Dan, itulah kunci utama dalam mengelola waktu.

Inspirasi pengembangan Diri

Halo Teman-Temin,

Bacaan berikut bagus banget untuk mengembangkan pribadi kita ke arah yang positif..baca deh. Saya dapet dari Klub Pengembangan Pribadi, mungkin ada yang belum baca...


Mengatasi Penyakit Dalih

Sembilan puluh sembilan persen kegagalan datang dari orang yang punya
kebiasaan suka membuat alasan, begitu kata George Washington Carver.
Daripada mencari jalan keluar, mereka memilih untuk membuat 1001 dalih
mengenai kegagalan mereka. Alhasil, kesempatan belajar pun terlewatkan
begitu saja.

Dalam buku The Magic of Thinking Big, David J. Schwartz menjelaskan
mengenai
penyakit pikiran yang mematikan alias penyakit dalih (excuisitis).
Orang-orang gagal senantiasa berdalih mengenai kegagalan mereka. Penyakit
dalih tersebut biasanya muncul 4 bentuk, yaitu: dalih kesehatan, dalih
inteligensi, dalih usia dan dalih nasib.

Dalih kesehatan biasanya ditandai dengan ucapan, "Kondisi fisik saya tidak
sempurna", "Saya tidak enak badan", "Jantung saya lemah", dan sejenisnya.
Orang sukses tidak pernah menganggap cacatnya itu sebagai hambatan. Saya
punya sahabat dekat yang menderita polio namun dikenal sebagai dokter
spesialis ginjal sukses dan murah hati. Sejumlah besar tokoh-tokoh dunia
bahkan punya cacat fisik. Presiden Amerika ke-32 Franklin Delano Roosevelt
menderita polio, Shakespeare lumpuh, Beethoven tuli, Napoleon Nonaparte
memiliki postur tubuh yang sangat pendek.

Dalih inteligensi diitandai dengan ucapan, "Saya kan tidak pintar", "Saya
kan bukan rangking teratas", "Dia lebih pandai", dan sejenisnya. Inilah
dalih yang paling umum ditemukan. Tanpa bermaksud mengecilkan arti sekolah,
saya ingin mengatakan kepa Anda bahwa tidak perlu jadi profesor agar Anda
bisa sukses.

Dalih usia yang ditandai dengan ucapan, "Saya terlalu tua", "Saya masih
terlalu muda", "Biarkan yang lebih tua yang duluan", dan sejenisnya.
Padahal
tidak ada batasan usia dalam meraih sukses. Kolonel Sanders memulai
usahanya
di usia 65 tahun.

Dalih nasib, misalnya dengan mengatakan , "Aduh, nasib saya memang selalu
jelek", "Itu sudah nasibku", "Itu memang takdir" Memang amat mudah untuk
selalu menyalahkan nasib. Padahal nasib kita ditentukan oleh kita sendiri.
Tuhan telah memberikan hidup dengan sejumlah pilihan.

Baru-baru ini, hati saya tertegun ketika menyaksikan siaran televisi
tentang
seorang anak kecil yang ahli memainkan drum dalam kebaktian rutin setiap
minggunya pada sebuah gereja di Thailand. Titi, nama bocah yang baru
berusia
3 tahun itu memang layak dijuluki "drummer cilik". Bertubuh mungil dengan 2
jari yang tidak sempurna, Titi yang masih suka nge-dot ini menunjukkan
kebolehannya menabuh drum. Tak berlebihan jika banyak yang menyarankan agar
ia dimasukkan dalam Guiness Book of Record. Prestasi yang diraih Titi
sungguh menggugah kesadaran saya.

Lihatlah betapa banyaknya orang yang memilih berdiam diri daripada
melakukan
apa yang bisa mereka perbuat. Padahal apapun yang layak diraih layak
diupayakan dengan seluruh kemampuan yang kita miliki. Sayangnya, potensi
diri ini kerap hanya terkubur karena kebiasan kita membuat dalih jika apa
yang kita kerjakan tidak berjalan sesuai harapan kita atau hasilnya tidak
segera kelihatan. Gaya hidup modern yang serba instant secara tidak
langsung
membuat kita sering mengharapkan hasil yang instant pula. Kita kepengen
sekali makan durian tanpa mau menanam, menyiram, memupuki dan merawat
pohonnya.

Saya sendiri sempat terkejut membaca cerita tentang ilmuwan besar seperti
Albert Einstein yang pernah diusir dari sekolah karena dianggap lamban. Ia
bahkan mendapat nilai buruk dalam pelajaran bahasa Yunani karena ingatannya
yang lemah. "Tak peduli apa pun yang kamu lakukan, kamu takkan dapat
melakukan apa-apa," kata gurunya. Guru lainnya menimpali, "Kamu Cuma
merusak
kelas saya!". Bahkan kepala sekolahnya mengatakan kalau Einstein tidak akan
sukses dalam apa pun yang dikerjakannya.

Saya juga teringat kepada Thomas Alva Edison yang hanya bersekolah beberapa
bulan namun tercatat sebagai pencipta terbesar sepanjang jaman dengan lebih
dari 1.000 hak paten. "Saya mempunyai banyak ide tapi hanya sedikit waktu,"
ujarnya. Edison gagal di sekolah. Gurunya merasa Edison tidak punya minat
belajar, pemimpi dan mudah sekali terpecah konsentrasinya. Yang sungguh
membuat saya terharu adalah sikap Ibu Edison terhadap putranya. Ia terus
mengajari Edison di rumah dan setiap kali Edison gagal, ibunya memberi
harapan dan mendorongnya untuk terus berusaha.

Kalau orang gagal senantiasa berkata "itu tidak mungkin berhasil" maka
orang
sukses lebih suka berkata "mengapa tidak mencobanya dulu?". Daripada
membuat
alasan, orang sukses memilih untuk mencari cara mewujudkan impian mereka.
Daripada berdiam diri dan menunggu datangnya kesempatan, mereka memilih
pergi keluar dan menemukan kesempatan itu. Bahkan mereka mampu menciptakan
kesempatan dalam kesempitan. E.M. Gray menegaskan, orang-orang sukses
mempunyai kebiasaan melakukan hal-hal yang tidak suka dilakukan orang
gagal.
Jika saat ini Anda masih suka membuat dalih, buatlah komitmen untuk
mengubah
kebiasaan itu. Jangan biarkan potensi diri Anda dibelenggu oleh dalih-dalih
Anda. Ingat selalu nasihat Theodore Roosevelt, "Lakukan apa yang Anda bisa,
dengan apa yang Anda miliki, di mana pun Anda berada."

Sebagai akhir, ijinkanlah saya membagikan kepada Anda sebuah syair dari
Afrika berjudul Perlombaan Saat Matahari Terbit.

Setiap pagi, seekor rusa bangun;
Ia tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat daripada singa tercepat; Jika
tidak, ia akan terbunuh.

Setiap pagi, seekor singa bangun;
Ia tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat daripada rusa terlamban; Jika
tidak, ia akan mati kelaparan.

Tidak penting apakah Anda adalah sang rusa atau sang singa. Saat matahari
terbit, Anda sebaiknya mulai berlari. ***

Cerita Inspirasi

LOW TRUST SOCIETY



Saya baru saja memeriksa ujian mahasiswa saya. Ketika akan menyerahkan
nilai akhir Mereka, saya terpaksa menoleh kepada berita acara ujian yang
mencantumkan nama beserta tanda tangan mereka masing-masing. Astaga. Tak
Ada satu pun nama yang dapat saya kenali dari tanda tangannya. Hal ini
mengingatkan saya pada peristiwa unik yang saya alami hampir tujuh tahun
silam ketika baru saja memulai program doktoral saya di Amerika Serikat.

Baru tiba beberapa hari, adviser saya menyuruh saya membuka bank account
di bank mana saja di kota itu. Saya pun menurutinya. Maklum, tanpa punya
buku cek, hidup di Amerika akan terasa sulit. Hampir semua transaksi
dilakukan melalui pos. Bayar listrik, telepon, air,tagihan kartu
kredit, beli buku, bayar pajak, kena tiket lalu lintas (tilang), sampai
bayar uang sekolah. Semuanya menggunakan cek. Tanpa cek, hidup di
Amerika kok rasanya susah sekali.

Setelah punya bank account dan mulai berbelanja dengan menggunakan cek,
ternyata saya pun mengalami kesulitan. Pasalnya, petugas bank memanggil
saya karena mengalami kesulitan membaca tanda tangan saya. Saya mencoba
menjelaskannya bahwa itu benar tanda tangan milik saya, dan saya melakukannya kembali di depan petugas itu. Petugas tetap menolak dan mengatakan itu bukan tanda tangan. Kalau bukan tanda tangan lantas apa?
"Itu urek-urek!"ujarnya sambil tersenyum. Sejak itu saya pun mulai
berlatih membuat tanda tangan baru, yaitu tanda tangan yang namanya
mudah teridentifikasi. Maka, sejak saat itu saya mulai terbiasa memiliki
dua jenis tanda tangan. Saya menyebutnya satu tanda tangan lokal (yang
dikatakan urek-urek tadi) dan satu lagi tanda tangan Amerika. Kalau
Anda pernah hadir dalam seminar saya dan meminta saya menandatangani
buku saya yang Anda baru beli, Anda pasti ingat bahwa saya selalu mengatakan itu adalah tanda tangan Amerika: mudah dibaca dan diidentifikasi. Ada juga pembaca yang minta
dua-duanya, dan ada kalanya saya pun meluluskannya. Tanda tangan lokal itu biasanya hanya saya gunakan untuk urusan bank Dan menandatangani transkrip nilai mahasiswa.
Dalam salah satu seminar saya pernah meminta agar para peserta menggoreskan tanda tangannya di atas kertas dan meminta rekan di sebelahnya yang baru dikenalnya mengenali nama mereka. Ternyata tak banyak di antara mereka yang dapat mengenali nama
orang dari tanda tangannya. Ketika ditanya mengapa mereka membuat tanda
tangan seruwet itu, semuanya menjawab bak koor: "Biar tidak mudah
ditiru orang lain." Mengapa kita semua melakukan hal yang sama? Mudah
ditebak jawabnya.


Sejak kecil Kita telah diajari orang-orang tua dan guru-guru Kita agar
tidak mudah percaya pada orang lain. "Buatlah tanda tangan yang tidak
mudah ditiru agar jangan sampai dipalsukan orang lain." Kita menurutinya, dan tanpa kita sadari roh-roh ketidakpercayaan ini sudah melekat dalam pikiran kita. "Trust," kata Francis
Fukuyama, adalah "the social virtues and the creation of prosperity." Rasa
percaya adalah suatu ikatan sosial yang penting untuk menciptakankemakmuran. Kalau
tidak ada rasa percaya, mestinya tidak ada bisnis. Bagaimana mungkin
kita berbinsis dengan orang yang tidak Kita percaya?Rasa percaya itu
pula yang akan menentukan bangunan organisasi perusahaan saudara. Makin
rendah rasa percaya kita terhadap orang lain, makin banyak pula kita
melibatkan sanak saudara kita, teman sealmamater, sesuku dan sebagainya
terlibat dalam bisnis kita. Kita makin menutup pintu bagi orang lain. Dan akibatnya potensi kita untuk menjadi besar akan terhambat.

Pengalaman lainnya yang saya dapatkan di Amerika barangkali dapat
menjelaskan betapa berbedanya tingkat rasa percaya. Menjelang pulang ke
tanah air, setelah menyelesaikan program studi, saya pun melakukan
moving sale melego barang-barang yang nilai bukunya masih cukup tinggi.
Misalnya saja Ada sebuah dish washer (mesin pencuci piring) elektrik
yang usianya baru tiga tahun Dan nilainya masih cukup tinggi namun harus
dilepas dengan harga yang sangat murah. Pembelinya tentu saja masyarakat
komunitas tempat tinggal kami, yang umumnya adalah keluarga muda atau
para mahasiswa asing yang dari mancanegara. Kalau calon pembelinya
datang dari negara-negara seperti Rusia, Yugoslavia, Ceko, Turki,
Portugal, Brazil, Irak, Pakistan, India, atau negara-negara Afrika,
biasanya transaksi berjalan tersendat-sendat. Mereka umumnya tidak
percaya terhadap kualitas mesin (apakah masih tetap baik) dan harga yang
ditawarkan. Mereka mengutak-atik mesin, menghabiskan waktu berjam-jam,
mengajukan pertanyaan, lalu menawar di bawah separo dari harga yang
ditawarkan. Prosesnya sama seperti Anda menawar harga sepasang sepatu
di pasar Senen atau pasar lainnya di Indonesia. Dan akhirnya pun dapat
diterka: tidak ada transaksi. Hal yang berbeda dialami kalau pembelinya
berasal dari negara-negara yang barangkali dapat kita sebut sebagai high
trust society, seperti Amerika, Inggris, Finlandia, bahkan Jepang yang
rata-rata sudah lebih makmur hidupnya. Mereka cuma bertanya tiga hal:
mengapa dijual, apakah ada kerusakan, dan berapa harganya. Kalau mereka
suka, mereka tidak menawar, langsung angkat. Dalam kepala mereka, kalau
barang ini rusak maka mereka akan kembalikan segera. Mereka percaya
bahwa orang lain dapat dipercaya, dan kalau mereka menipu mereka akan
ditangkap polisi, diadili, dan dijatuhi hukuman.

Pembaca, apakah implikasi melakukan kegiatan bisnis di sebuah low trust
society? Mudah-mudahan Saudara sudah dapat menangkapnya: jangan langsung
melakukan transaksi. Selalu mulailah dengan membangun rasa percaya dari
lawan-lawan bisnis Anda. Jangan sesekali melakukan penawaran kalau lawan
bisnis Anda di sini belum mengenal betul Anda. Kalau ada jalan pintas
yang dapat ditawarkan, barangkali cuma satu ini: carilah jembatan
melalui orang-orang yang sudah dikenal dan dipercaya oleh lawan bisnis
Anda. Tanpa itu, Anda cuma melakukan upaya sia-sia. Saya merindukan,
kelak anak-anak kita akan membuat tanda tangan yang namanya dapat dibaca
oleh orang lain.

Minggu, 03 Januari 2010

Rangkuman Pajak

I. DEFINISI DAN UNSUR PAJAK

Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang ( yang dapat dipaksakan ) dengan tiada mendapatkan jasa timbal ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
1. Iuran dari rakyat kepada Negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang ( bukan barang )
2. Berdasarkan Undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbale atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual dari pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Ada dua fungsi pajak, yaitu :
1. Fungsi budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya
2. Fungsi mengatur ( Regulerend )
Pajak sebagai alat untuk mengatur atu melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

II. TEORI-TEORI YANG MENDUKUNG PEMUGUTAN PAJAK
Teori-teori pemungutan pajak antara lain :
1. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamata jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

2. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan ( misalnya perlindungan ) masing-masing orang. Semakin besar kepentinga seseorang terhadap Negara, makin tinggi pajak yang harus dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan yaitu :
• Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang .
• Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil yang harus dipenuhi.

4. Teori Bakti
Dasar keadilan pemugutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga Negara sebagai warga Negara yang berbakti, rakyat yang harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

5. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyrakat untuk rumah tangga Negara. Selanjutnya Negara akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

III. PENGELOMPOKAN PAJAK
1. Menurut Golongan
a. Pajak Langsun,, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat di bebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai

2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang bepangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3. Menurut Lembaga Pemugutny
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contoh: Pajak penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bagunan , dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pengertian-pengertian atau istilah-istilah dalam perpajakan, antara lain adalah:
1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemugutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undagan perpajakan.
2. Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun .
3. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam undang-undang KUP.
4. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 ( satu ) tahun kalender kecuali bilaWajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
5. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 ( satu ) tahun Pajak
6. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
7. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undagan perpajakan.
8. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibyar sendiri oleh Wajib Pajak ditanbah dengan pokok pajak terutang dalam surat.
9. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah digurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangi dari pajak yang terutang.
10. Penaggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak.
11. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian surat pemberitahuan dan lampiran-lampiranya, termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghituganya.
12. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksnakan hak dan kewajiban perpajakan.

IV. SURAT PEMBERITAHUAN ( SPT )
1. Pengertian SPT
Surat Pemberitahuan adalah surat surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan atau pembayaran pajak, objek pajak atau bukan objek pajak, atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undagan perpajakan.

2. Fungsi SPT
Fungsi Surat Pemberitahuan bagi wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemugutan pihak lain dalam 1 ( satu ) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak atau bukan objek pajak
c. Harta dan kewajiban,
d. Pembayaran dari pemotong atau pemugutan tentang pemotongan atau pemugutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 ( satu ) masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undagan perpajakan.

3. Prosedur SPT
Prosedur SPT adalah antara lain :
a. Wajib Pajak sebagaimana mengambil sendiri Surat Penberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaanya di atur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, atau dengan cara megakses situs Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh formulir.
b. Setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak.
c. Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang senilai Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang di izinkan.
d. Penandataganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.

e. Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain :
 Untuk Wajib Pajak yang mengadakan pembukuan : Laporan Keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
 Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
 Untuk wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan : Perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.

4. Pembetulan SPT
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Dalam hal pembetulan Surat Pemberitahuan menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 ( dua ) tahun sebelum daluwarsa penetapan. Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % per bulan, atas jumlah pajak yang kurang di bayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran.

5. Batas Waktu Penyampaian SPT
Batas Waktu Penyampaian Surat Pemberutahuan adalah :
a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 ( dua puluh ) hari setelah akhir Masa Pajak ;
b. Untuk surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 ( tiga ) bulan setelah setelah akhir Tahun Pajak; atau
c. Untuk surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 ( empat ) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

6. Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka wwaktu penyampaian SPT Tahunan sebagaimana dimaksud untuk paling lama 2 ( dua ) bulan sejak batas waktu penyampaian SPT tahunan dengan cara menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan, sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampirkan :

 Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 ( satu ) Tahun Pajak yang batas waktu penyampaiannya diperpanjang;
 Laporan keuangan sementara ; dan
 Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
7. Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT
Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian surat pemberitahuan , dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar :

 Rp 500.000,- ( lima ratus ribu rupiah ) untuk surat pemberitahuan Masa Pajak Pertanbahan Nilai,
 Rp 100.000,- ( seratus ribu rupiah ) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya,
 Rp 1.000.000,- ( satu juta rupiah ) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan,
 Rp 100.000,- ( seratus ribu rupiah ) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi.

V. PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
PPh Pasal 21 adalah pajak atas peghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan dalam pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
1. Pemotongan Pajak PPh Pasal 21

Yang termasuk pemotongan pajak PPh pasal 21 adalah sebagai berikut :

1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institute TNI / POLRI, Pemerintahan daerah, dan pembayaran lainya dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar.
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintahan, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenan dengan suatu kegiatan.

2. Wajib Pajak PPh Pasal 21
Penerimaan penghasilan yang di potong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan :
1. Pegawai
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pension, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain :
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, penilai, dan aktuaris.
b. Pemain music, pembawa acara, penyanyi, pelawak, dan seniman lainnya.
c. Olahragawan
d. Penasehat, pengajar, dan moderator.
e. Pengarang, penelitian, dan penerjemah
f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik computer dan system aplikasi, telekomunikasi, elektronika, dan social serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.
g. Agen iklan
h. Pengawas atau pengelola proyek
i. Petugas penjaja barang dagangan
j. Petugas dinas luar asuransi
k. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan sejenisnya

4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :

a. Peserta pelombaan dalam segala bidang.
b. Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepentingan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu
d. Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang

3. Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21

Yang tidak termasuk dalam pengertian penerimaan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :

 Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperolehpenghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaanya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
 Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat ( 1 ) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan / pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

4. Penghasilan yang Dikecualikan Dari Pengenaan PPh Pasal 21
Tidak termasuk dala pengertian penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah:
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa
2. Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan dalam dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, yang diberikan oleh Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus
3. Iuran Pensiunan yang dibayarkan kepada dana pension yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.
5. Beasiswa. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.

5. Tarif Pajak Dan Penerapannya

Tarif pajak yang berlaku beserta penerapannya menurut ketenyuan dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:

1. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak dari:
a. Pegawai Tetap
Besarnya penghasilan Kena Pajak bagi pegawai tetap adalah sebesar neto dikurangi PTKP. Sedangkan Penghasilan neto dihitung seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan Biaya jabatan dan Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai.
Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut :

PPh Pasal 21 = ( Penghasilan netto – PTKP ) x tariff Ps 17 UU PPh
= ( Penghasilan bruto – Biaya Jabatan – iuran Pensiun dan iuran
THT / JHT yang dibayar sendiri – PTKP ) x tariff Ps 17 UU
PPh.
b. Penerima Pensiun berkala yang dibayarkan secara bulanan
Besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah bagi penerima pension berkala sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP. Besarnya penghasilan neto adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pension.
Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut :

PPh Pasal 21 = ( Penghasilan netto – PTKP ) x Ps 17 UU PPh
= ( Penghasilan bruto – Biaya Pensiun – PTKP ) x tariff Ps 17
UU PPh

c. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan
Bagi pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan penghasilan yang diterima selama satu bulan kalender telah melebihi Rp. 1.320.000,- besarnya Penghasilan Kena Pajak dihitung sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP
PPh Pasal 21 = ( Penghasilan bruto – PTKP ) x tariff Ps 17 UU PPh
2. Atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang penghasilan tidak dibayar secara bulanan.
3. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas Jumlah kumulatif dari
1. Penghasilan Kena Pajak sebesar jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP, yang diperoleh bukan pegawai menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan :
PPh Pasal 21 = ( Penghasilan bruto – PTKP ) x tariff Ps 17 UU PPh
Apabila tidak memenuhi syarat tersebut, maka yang dijadikan dasar adalah jumlah penghasilan bruto.
PPh Pasal 21 = Penghasilan bruto x tariff Ps 17 UU PPh
2. 50% dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh tenaga tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.
PPh Pasal 21 = ( 50% x Penghasilan bruto ) x tariff Ps 17 UU PPh
3. Jumlah Penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
PPh Pasal 21 = Penghasilan bruto x tariff Ps 17 UU PPh
4. Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diperoleh mantan pegawai
PPh Pasal 21 = Penghasilan bruto x tariff Ps 17 UU PPh
5. Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pension oleh peserta program pension yang masih berstatus sebagai pegawai.
PPh Pasl 12 = Penghasilan bruto x tariff Ps 17 UU PPh
4. Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh, diterapkan atas jumlah penghasilan bruto
a. Untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan
b. Untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah yang diterima oleh peserta kegiatan

Catatan :
Dalam hal jumlah penghasilan bruto dibayarkan kepada dokter yang melakukan praktik di rumah atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit atau klinik.

6. Contoh Penghitungan PPh Pasal 21
Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap dengan gaji bulanan :
1. Ahmad Zakaria pada tahun 2009 bekerja pada perusahaan PT Zamrud Abadi dengan memperoleh gaji sebulan Rp 2.500.000,- dan membayar iuran pension sebesar rp 100.000,- Ahmad menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Gaji Sebulan Rp 2.500.000,-
Pengurangan :
- Biaya Jabatan
5% x Rp 2.500.000,- Rp 125.000,-
- Iuran Pensiun Rp 100.000,-
Rp 225.000,-
Penghasilan neto sebulan Rp 2.275.000,-
Penghasilan neto setahun adalah :
12 x Rp 2.275.000,- Rp 27.300.000,-
PTKP Setahun
- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,-
- Tambahan WP Kawin Rp 1.320.000,-
Rp 17.160.000,-
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp10.140.000,-
PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp 10.140.000,- = Rp 507.000,-
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 507.000,- : 12 = Rp 42.250,-
2. Firman Utami dengan status menikah tetapi belum mempunyai anak bekerja pada PT Unggul Farmindo. Firman Utami menerima gaji Rp 3.000.000,- sebulan PT Unggul Farmindo mengitu program pension dan jamsostek. Perusahaan membayar uang pension kepada dana pension yang pendirinya telah disahkan oleh menteri keuangan, sebesar Rp 40.000,-
Firman Utami juga membayar iuran pension sebesar Rp 30.000,- sebulan disamping itu perusahaan membayarkan iuran jaminan hari tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Firman Utami membayar surat keterangan Pemda tempat Firman Utami bertempat tinggal, diketahui bahwa suami Firman utami tidak mempunyai penghasilan apa pun. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan jaminan kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji.
Penghitungan PPh Pasal 21 :
Gaji Sebulan Rp 3.000.000,-
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 30.000,-
Premi Jaminan Kematian Rp 9.000,-
Penghasilan bruto sebulan Rp 3.039.000,-
Pengurangan:
- Biaya Jabatan
5% x Rp 3.039.000,- Rp 151.950,-
- Iuran Pensiun Rp 30.000,-
- Iuran Jaminan Hari tua Rp 60.000,-
Rp 241.950,-
Penghasilan neto sebulan Rp 2.797.050,-
Penghasilan neto setahun
12 x Rp 2.797.050 Rp 33.564.600,-
PTKP
- Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,-
- Tambahan karena menikah Rp 1.320.000,-
Rp 17.160.000,-
Penghasilan Kena Pajak adalah Rp 16.404.600,-
Pembulatan Rp 16.404.000,-
PPh Pasal 21 setahun
5% x Rp 16.404.000 Rp 820.200,-
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 820.000,- : 12 Rp 68.350,-

Catatan :
Apabila suami Firman Utami bekerja, besarnya PTKP Firman Utami adalah PTKP untuk diri sendiri sebesar Rp 15.840.000,-

VI. PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Ketentuan pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh WP
Dalam tahun berjalan :
Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan :
1. Wajib Pajak membayar sendiri ( PPh Pasal 25 )
2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga ( PPh Pasal 21, 22, 23dan 24)
1. Cara Menghitung Besarnya PPh Pasal 25
Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak apenghasilan yang terutang menurut surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21 dan Pasal 23, serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
Dibagi 12 (dua belas ) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Contoh :
Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Dias yang terutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh 2009 Rp 30.000.000,-
Pada tahun 2009, telah dibayar dan dipotong atau dipungut :
1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,-
2. PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,-
3. PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,-
4. PPh Pasal 25 Rp 12.000.000,-
Rp 24.000.000,-
Kurang bayar ( Pasal 29 ) tahun 2009 Rp 6.000.000,-
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah
PPh yang terutang tahun 2009 = Rp 30.000.000,-
Pengurangan:
- PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,-
- PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,-
- PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,-
Rp 12.000.000,-
Dasar perhitunga PPh Pasal 25 tahun 2010 Rp 18.000.000,-
Dasar perhitungan PPh Pasal 25 / bulan :
Rp 18.000.000,- : 12 = Rp 1.500.000,-
Jadi tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada tahun 2010 mulai masa Maret sebesar Rp 1.500.000,-
2. Hal-hal Tertentu Untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25
Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan, apabila :
1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi.
2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.
3. SPT Tahunan PPh tahunan yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan
4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPH yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan
6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak.
Contoh :
Penghasilan PT Dira tahun 2009 adalah sebesar Rp 250.000.000,- sisa kerugian tahun 2007 yang masih dapat dikompensasikan adalah sebesar Rp 300.000.000,- sisa kerugian yang belum dikompensasikan sebesar Rp 50.000.000.
Pada tahun 2009 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain adalah sebesar Rp 8.000.000,- dan tidak ada pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri.
Penghitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 :
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Rp 250.000.000,- - Rp 50.000.000,- = Rp 200.000.000,-
PPh Terutang
28% x Rp 200.000.000,- = Rp 56.000.000,-
PPh dipotong atau dipungut = Rp 8.000.000,-
Rp 48.000.000,-
Besarnya angsuran pajak bulanan PT Dira tahun 2010
= 1/12 x Rp 48.000.000,-
3. Angsuran PPh Pasal 25 Bagi WP Baru, BANK, BUMN, BUMD, dan WP Tertentu lainya

Sesuai Pasal 25 ayat ( 7 ) UU PPh, penghitungan PPh Pasal 25 bagi WP baru, BUMN, BUMD, dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak baru
 Wajib Pajak Baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak.
 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan untuk WP Baru dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12
 Dalam hal WP baru menyelenggara pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiscal dihitung berdasarkan pembukuannya
 Dalam hal WP baru hanya menyelenggarakan pencacatan dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
 Untuk WP orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiscal yang disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan PTKP.

Contoh 1 :
PT Almond, perusahaan yang baru berdiri terdaftar sebagai WP pada awal bulan Juni 2009. Selama bulan Juni penjualan PT Almond sebesar Rp 100.000.000,- dan biaya-biaya yang terjadi adalah sebesar Rp 60.000.000,-
Perhitungan PPh Pasal 25 intuk masa Juni 2009 adalah sebagai berikut :
Penjualan Rp 100.000.000,-
Biaya Rp 60.000.000,-
Penghasilan neto sebulan Rp 40.000.000,-
Penghasilan neto disetahunkan
( 12 x Rp 40.000.000,- ) Rp 480.000.000,-
PPh Terutang
28% x Rp 480.000.000,- = Rp 134.400.000,-
PPh Pasal 25 masa Juni :
Rp 134.400.000,- / 12 = Rp 11.200.000,-
Untuk bulan berikutnya sampai dengan penyampaian SPT Tahunan dihitung lagi PPh Pasal 25 tiap-tiap bulan seperti pada perhitungan di atas.

Contoh 2 :
PT Bank Dana Sejahtera dalam laporan triwulan April s.d Juni 2009 menunjukkan penghasilan neto Rp 250.000.000,-
Perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa Juli, Agustus, September 2009 adalah sebagai berikut :
Penghasilan neto triwulan Rp 250.000.000,-
Penghasilan neto disetahunkan
4 x Rp 25.000.000 Rp 1.000.000.000,-
PPh Terutang
28% x Rp 1.000.000.000,- = Rp 280.000.000,-
PPh Pasal 25 masa Juli, Agustus, Septenber 2009 :
Rp 280.000.000,- / 12 = Rp 23.333.333,-
Untuk triwulan berikutnya dihitung kembali PPh Pasal 25 tiap-tiap triwulan seperti pada perhitungan di atas.

Catatan :
PKP : Pengusaha Kena Pajak
PKP : Penghasilan Kena Pajak
PTKP : Penghasilan Tidak Kena Pajak
BKP : Badan Kena Pajak
JKP : Jasa Kena Pajak

Kewajiban Laporan Bulanan Batas Akhir pelapor Batas Akhir Pembayaran Sanksi
Pasal 25 Tgl 20 Bulan Berikutnya Tgl 15 Bulan Berikutnya Rp 100.000,-
Pasal 21 Tgl 20 Bulan Berikutnya Tgl 10 Bulan Berikutnya Rp 100.000,-
PPN (Pajak Pertambahan Nilai) Tgl 20 Bulan Berikutnya Tgl 15 Bulan Berikutnya Rp 500.000,-
SPT Tahunan PPh Badan Tgl 30 April Sebelum SPT Dilaporkan Rp 1.000.000,-
Kewajiban Setiap Wajib Pajak Setelah Mempunyai NPWP