Minggu, 24 Januari 2010

Inspirasi pengembangan Diri

Halo Teman-Temin,

Bacaan berikut bagus banget untuk mengembangkan pribadi kita ke arah yang positif..baca deh. Saya dapet dari Klub Pengembangan Pribadi, mungkin ada yang belum baca...


Mengatasi Penyakit Dalih

Sembilan puluh sembilan persen kegagalan datang dari orang yang punya
kebiasaan suka membuat alasan, begitu kata George Washington Carver.
Daripada mencari jalan keluar, mereka memilih untuk membuat 1001 dalih
mengenai kegagalan mereka. Alhasil, kesempatan belajar pun terlewatkan
begitu saja.

Dalam buku The Magic of Thinking Big, David J. Schwartz menjelaskan
mengenai
penyakit pikiran yang mematikan alias penyakit dalih (excuisitis).
Orang-orang gagal senantiasa berdalih mengenai kegagalan mereka. Penyakit
dalih tersebut biasanya muncul 4 bentuk, yaitu: dalih kesehatan, dalih
inteligensi, dalih usia dan dalih nasib.

Dalih kesehatan biasanya ditandai dengan ucapan, "Kondisi fisik saya tidak
sempurna", "Saya tidak enak badan", "Jantung saya lemah", dan sejenisnya.
Orang sukses tidak pernah menganggap cacatnya itu sebagai hambatan. Saya
punya sahabat dekat yang menderita polio namun dikenal sebagai dokter
spesialis ginjal sukses dan murah hati. Sejumlah besar tokoh-tokoh dunia
bahkan punya cacat fisik. Presiden Amerika ke-32 Franklin Delano Roosevelt
menderita polio, Shakespeare lumpuh, Beethoven tuli, Napoleon Nonaparte
memiliki postur tubuh yang sangat pendek.

Dalih inteligensi diitandai dengan ucapan, "Saya kan tidak pintar", "Saya
kan bukan rangking teratas", "Dia lebih pandai", dan sejenisnya. Inilah
dalih yang paling umum ditemukan. Tanpa bermaksud mengecilkan arti sekolah,
saya ingin mengatakan kepa Anda bahwa tidak perlu jadi profesor agar Anda
bisa sukses.

Dalih usia yang ditandai dengan ucapan, "Saya terlalu tua", "Saya masih
terlalu muda", "Biarkan yang lebih tua yang duluan", dan sejenisnya.
Padahal
tidak ada batasan usia dalam meraih sukses. Kolonel Sanders memulai
usahanya
di usia 65 tahun.

Dalih nasib, misalnya dengan mengatakan , "Aduh, nasib saya memang selalu
jelek", "Itu sudah nasibku", "Itu memang takdir" Memang amat mudah untuk
selalu menyalahkan nasib. Padahal nasib kita ditentukan oleh kita sendiri.
Tuhan telah memberikan hidup dengan sejumlah pilihan.

Baru-baru ini, hati saya tertegun ketika menyaksikan siaran televisi
tentang
seorang anak kecil yang ahli memainkan drum dalam kebaktian rutin setiap
minggunya pada sebuah gereja di Thailand. Titi, nama bocah yang baru
berusia
3 tahun itu memang layak dijuluki "drummer cilik". Bertubuh mungil dengan 2
jari yang tidak sempurna, Titi yang masih suka nge-dot ini menunjukkan
kebolehannya menabuh drum. Tak berlebihan jika banyak yang menyarankan agar
ia dimasukkan dalam Guiness Book of Record. Prestasi yang diraih Titi
sungguh menggugah kesadaran saya.

Lihatlah betapa banyaknya orang yang memilih berdiam diri daripada
melakukan
apa yang bisa mereka perbuat. Padahal apapun yang layak diraih layak
diupayakan dengan seluruh kemampuan yang kita miliki. Sayangnya, potensi
diri ini kerap hanya terkubur karena kebiasan kita membuat dalih jika apa
yang kita kerjakan tidak berjalan sesuai harapan kita atau hasilnya tidak
segera kelihatan. Gaya hidup modern yang serba instant secara tidak
langsung
membuat kita sering mengharapkan hasil yang instant pula. Kita kepengen
sekali makan durian tanpa mau menanam, menyiram, memupuki dan merawat
pohonnya.

Saya sendiri sempat terkejut membaca cerita tentang ilmuwan besar seperti
Albert Einstein yang pernah diusir dari sekolah karena dianggap lamban. Ia
bahkan mendapat nilai buruk dalam pelajaran bahasa Yunani karena ingatannya
yang lemah. "Tak peduli apa pun yang kamu lakukan, kamu takkan dapat
melakukan apa-apa," kata gurunya. Guru lainnya menimpali, "Kamu Cuma
merusak
kelas saya!". Bahkan kepala sekolahnya mengatakan kalau Einstein tidak akan
sukses dalam apa pun yang dikerjakannya.

Saya juga teringat kepada Thomas Alva Edison yang hanya bersekolah beberapa
bulan namun tercatat sebagai pencipta terbesar sepanjang jaman dengan lebih
dari 1.000 hak paten. "Saya mempunyai banyak ide tapi hanya sedikit waktu,"
ujarnya. Edison gagal di sekolah. Gurunya merasa Edison tidak punya minat
belajar, pemimpi dan mudah sekali terpecah konsentrasinya. Yang sungguh
membuat saya terharu adalah sikap Ibu Edison terhadap putranya. Ia terus
mengajari Edison di rumah dan setiap kali Edison gagal, ibunya memberi
harapan dan mendorongnya untuk terus berusaha.

Kalau orang gagal senantiasa berkata "itu tidak mungkin berhasil" maka
orang
sukses lebih suka berkata "mengapa tidak mencobanya dulu?". Daripada
membuat
alasan, orang sukses memilih untuk mencari cara mewujudkan impian mereka.
Daripada berdiam diri dan menunggu datangnya kesempatan, mereka memilih
pergi keluar dan menemukan kesempatan itu. Bahkan mereka mampu menciptakan
kesempatan dalam kesempitan. E.M. Gray menegaskan, orang-orang sukses
mempunyai kebiasaan melakukan hal-hal yang tidak suka dilakukan orang
gagal.
Jika saat ini Anda masih suka membuat dalih, buatlah komitmen untuk
mengubah
kebiasaan itu. Jangan biarkan potensi diri Anda dibelenggu oleh dalih-dalih
Anda. Ingat selalu nasihat Theodore Roosevelt, "Lakukan apa yang Anda bisa,
dengan apa yang Anda miliki, di mana pun Anda berada."

Sebagai akhir, ijinkanlah saya membagikan kepada Anda sebuah syair dari
Afrika berjudul Perlombaan Saat Matahari Terbit.

Setiap pagi, seekor rusa bangun;
Ia tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat daripada singa tercepat; Jika
tidak, ia akan terbunuh.

Setiap pagi, seekor singa bangun;
Ia tahu bahwa ia harus berlari lebih cepat daripada rusa terlamban; Jika
tidak, ia akan mati kelaparan.

Tidak penting apakah Anda adalah sang rusa atau sang singa. Saat matahari
terbit, Anda sebaiknya mulai berlari. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar